Berjalan kaki adalah salah satu aktivitas paling mendasar dalam kehidupan manusia. Dari sisi kesehatan, berjalan kaki terbukti mampu meningkatkan kebugaran, memperkuat jantung, hingga mengurangi stres. Dari sisi lingkungan, kebiasaan berjalan kaki mampu menekan polusi udara dan mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan bermotor. Namun, kenyataannya, tidak semua kota di dunia dirancang untuk memberikan pengalaman yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi para pejalan kaki.
Pada tahun 2025, sejumlah laporan internasional menyoroti kondisi “walkability” atau tingkat keterjangkauan dan kenyamanan berjalan kaki di berbagai kota besar dunia. Hasilnya cukup mengejutkan, karena beberapa kota raksasa yang dikenal sebagai pusat ekonomi justru masuk dalam daftar kota paling tidak ramah pejalan kaki. Salah satunya adalah Mumbai, India, yang menduduki peringkat ke-7 dalam daftar tersebut.
Artikel ini akan mengulas lebih dalam tentang faktor-faktor yang membuat sebuah kota dianggap tidak ramah bagi pejalan kaki, gambaran situasi di Mumbai, kota-kota lain yang mengalami masalah serupa, serta apa saja langkah yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi tersebut.
Apa yang Dimaksud dengan “Walkability”?
Sebelum membahas lebih jauh, penting untuk memahami apa yang dimaksud dengan “walkability.” Istilah ini merujuk pada seberapa mudah, aman, nyaman, dan menyenangkan seseorang dapat berjalan kaki di suatu kota. Ada beberapa indikator utama untuk menilai tingkat walkability suatu kota, antara lain:
-
Infrastruktur trotoar – Apakah tersedia jalur pejalan kaki yang layak, luas, dan bebas hambatan.
-
Keamanan lalu lintas – Tingkat risiko kecelakaan akibat kendaraan bermotor, termasuk ketersediaan zebra cross, lampu lalu lintas, dan jembatan penyeberangan.
-
Keamanan sosial – Tingkat kriminalitas, pencahayaan jalan, dan keberadaan CCTV yang membuat pejalan kaki merasa aman.
-
Kenyamanan lingkungan – Kebersihan jalan, kualitas udara, keberadaan pepohonan atau ruang hijau, serta perlindungan dari cuaca ekstrem.
-
Aksesibilitas – Kedekatan jarak antara area hunian, fasilitas umum, tempat kerja, transportasi publik, dan pusat kegiatan lainnya.
Jika sebuah kota gagal menyediakan aspek-aspek tersebut, maka pejalan kaki akan kesulitan beraktivitas. Mereka mungkin lebih memilih kendaraan pribadi, yang pada gilirannya justru memperburuk polusi dan kemacetan.
Mumbai: Kota Raksasa yang Tidak Bersahabat bagi Pejalan Kaki
Mumbai adalah salah satu kota terbesar di dunia dengan populasi lebih dari 20 juta jiwa. Kota ini dikenal sebagai pusat ekonomi India, rumah bagi industri film Bollywood, serta pelabuhan utama yang menghubungkan India dengan dunia internasional. Namun, di balik gemerlapnya, Mumbai menyimpan masalah serius dalam hal infrastruktur pejalan kaki.
1. Trotoar yang Sempit dan Terhalang
Banyak trotoar di Mumbai dalam kondisi buruk: sempit, berlubang, bahkan sering digunakan untuk fungsi lain seperti tempat parkir motor, lapak pedagang kaki lima, atau lokasi penumpukan sampah. Alhasil, warga yang ingin berjalan kaki terpaksa turun ke badan jalan, yang jelas meningkatkan risiko kecelakaan.
2. Kemacetan dan Kepadatan Kendaraan
Mumbai dikenal sebagai salah satu kota dengan lalu lintas paling padat di dunia. Jalan raya yang penuh sesak dengan mobil, motor, bus, dan taksi membuat pejalan kaki semakin sulit bergerak dengan aman. Suara klakson yang bising dan polusi udara semakin memperburuk kenyamanan berjalan.
3. Kurangnya Ruang Hijau dan Peneduh
Di tengah iklim tropis yang panas dan lembap, keberadaan pepohonan sangat penting untuk memberikan keteduhan. Namun, ruang hijau di Mumbai relatif terbatas. Banyak kawasan tidak memiliki peneduh, sehingga berjalan kaki dalam jarak jauh menjadi pengalaman yang melelahkan.
4. Masalah Keamanan
Selain faktor lalu lintas, pejalan kaki di Mumbai juga menghadapi ancaman kriminalitas. Pencopetan, pelecehan, hingga perampokan kecil di jalanan menjadi persoalan nyata, terutama di malam hari ketika pencahayaan jalan tidak memadai.
Kota-Kota Lain dengan Masalah Walkability
Mumbai bukanlah satu-satunya kota yang dinilai buruk dalam hal kenyamanan berjalan kaki. Ada sejumlah kota besar lain yang masuk dalam daftar serupa, antara lain:
-
Jakarta, Indonesia: meski belakangan mulai memperbaiki trotoar, banyak kawasan masih didominasi kendaraan bermotor dengan polusi tinggi dan suhu panas.
-
Cairo, Mesir: pertumbuhan populasi yang pesat tidak diimbangi dengan pembangunan trotoar dan jalur pejalan kaki yang memadai.
-
Mexico City, Meksiko: tingkat polusi udara yang tinggi membuat aktivitas berjalan kaki tidak nyaman, ditambah kondisi jalan yang tidak rata.
-
Lagos, Nigeria: dengan kepadatan penduduk ekstrem, infrastruktur pejalan kaki nyaris tidak diperhatikan.
Fenomena ini menunjukkan bahwa masalah walkability adalah isu global, terutama di kota-kota berkembang dengan pertumbuhan pesat dan urbanisasi tidak terkendali.
Dampak Buruk Kota yang Tidak Ramah Pejalan Kaki
Mengabaikan hak dan kenyamanan pejalan kaki bukan hanya masalah kecil. Ada dampak besar yang dapat muncul, baik dari sisi kesehatan, lingkungan, maupun sosial.
-
Kesehatan Fisik
Kurangnya fasilitas berjalan kaki membuat warga enggan berolahraga atau bergerak aktif. Akibatnya, tingkat obesitas, penyakit jantung, dan diabetes cenderung meningkat. -
Lingkungan
Jika warga lebih memilih kendaraan pribadi karena tidak nyaman berjalan kaki, maka polusi udara, kebisingan, dan emisi karbon akan semakin parah. -
Kesenjangan Sosial
Tidak semua orang mampu memiliki kendaraan. Kota yang tidak ramah pejalan kaki akan mempersulit warga dengan ekonomi menengah ke bawah yang bergantung pada jalan kaki dan transportasi publik. -
Keselamatan
Tingkat kecelakaan lalu lintas terhadap pejalan kaki jauh lebih tinggi di kota-kota dengan trotoar buruk. Hal ini berakibat fatal, terutama bagi anak-anak dan lansia.
Upaya Perbaikan: Apa yang Bisa Dilakukan?
Meskipun situasinya cukup memprihatinkan, bukan berarti kota-kota besar tidak bisa berubah. Ada beberapa langkah strategis yang dapat diambil untuk meningkatkan walkability:
-
Revitalisasi Trotoar
Membangun dan memperlebar trotoar yang bersih, rata, dan bebas hambatan. Trotoar harus didesain untuk mendukung semua kalangan, termasuk difabel. -
Transportasi Publik Terintegrasi
Kota yang ramah pejalan kaki biasanya memiliki transportasi publik yang baik, sehingga warga bisa berjalan kaki menuju halte atau stasiun dengan nyaman. -
Pengendalian Kendaraan Pribadi
Menerapkan kebijakan pembatasan mobil pribadi di pusat kota, memperluas jalur khusus pejalan kaki, dan mendorong penggunaan sepeda. -
Ruang Hijau dan Peneduh
Menanam lebih banyak pohon di tepi jalan, membangun taman kota, dan menyediakan jalur pedestrian yang rindang. -
Peningkatan Keamanan
Memasang CCTV, lampu jalan, serta meningkatkan patroli kepolisian agar pejalan kaki merasa aman.
Belajar dari Kota-Kota Ramah Pejalan Kaki
Sebagai perbandingan, ada sejumlah kota yang dikenal ramah pejalan kaki dan bisa dijadikan contoh:
-
Copenhagen, Denmark: memiliki jalur pejalan kaki luas dan bebas kendaraan di pusat kota.
-
Tokyo, Jepang: sistem transportasi publik yang efisien membuat warganya terbiasa berjalan kaki.
-
Barcelona, Spanyol: konsep “superblock” membatasi kendaraan bermotor di area tertentu, memberikan ruang luas bagi pejalan kaki.
Kota-kota ini membuktikan bahwa dengan perencanaan matang, keberpihakan pada manusia, dan kebijakan berani, sebuah kota bisa benar-benar hidup dan ramah lingkungan.
Penutup
Daftar kota paling tidak ramah pejalan kaki tahun 2025 memberikan pelajaran penting bahwa pembangunan kota bukan hanya soal gedung pencakar langit atau pusat perbelanjaan mewah, tetapi juga tentang bagaimana manusia sebagai penghuninya bisa bergerak dengan aman dan nyaman. Mumbai hanyalah salah satu contoh nyata bagaimana kota besar yang penuh potensi ekonomi ternyata gagal menyediakan ruang bagi aktivitas paling sederhana: berjalan kaki.
Jika tidak segera diperbaiki, kondisi ini dapat memperburuk masalah kesehatan, lingkungan, dan sosial. Sebaliknya, kota yang ramah pejalan kaki akan menciptakan masyarakat yang lebih sehat, berkelanjutan, dan inklusif. Oleh karena itu, para pemimpin kota di seluruh dunia sudah seharusnya menaruh perhatian lebih besar pada pembangunan infrastruktur pedestrian sebagai pondasi utama kota yang layak huni.